Jumat, 30 Desember 2016

Ragam Bahasa

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
            Bahasa yang di hasilkan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulisan. Jadi dalam ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulisan kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua ragam tersebut memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya  ragam bahasa lisan. Oleh karena itu sering timbul kesan antara ragam bahasa lisan dan tulisan itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa yang memiliki sistem seperangkat kaidah yang berbeda satu dengan yang lainnya.
            Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
2.2 Pentingnya Belajar Ragam Bahasa
            Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, namun tidak semua orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
            Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya.
a.       Dipandang dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah. Bahasa Indonesia baru dikenal anak – anak setelah mereka sampai pada usia sekolah (Taman Kanak – Kanak).
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data ini akan membuktikan bahwa penutur bahasa Indonesia adalah 210 juta orang (2000) ditambah dengan penutur – penutur yang berada di luar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia  amat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.
b.      Dipandang dari Luas Penyebarannya
            Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 210 juta lebih itu tersebar dalam daerah yang luas, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Daerah ini masih harus ditambah dengan (disamping Malaysia dan Brunei) daerah – daerah lain, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan Jepang. Luas penyebaran ini dapat dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka Jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah penyebarannya ini akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa – bahasa dunia.

c.       Dipandang dari Dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan Susastra
            Sejalan dengan jumlah penutur dan luas penyebarannya, pemakaian suatu bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susatra dapat dijadikan pula ukuran penting atau tidaknya bahasa itu. Kalau kita mencoba memandang bahasa daerah, seperti bahasa Kerinci yang kaya dengan macam dan jenis susastranya walaupun hanya susastra lisan. Susastra Kerinci telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Kerinci.
            Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya. Jika hendak menulis surat, orang – orang Kerinci memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
            Ketiga hal diatas, sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat sempurna dan baik. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.

2.3 Sebab Terjadinya Ragam Bahasa
Ragam bahasa timbul seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000).
Ada beberapa factor yang mempengaruhi timbulnya keberagaman bahasa yang ada di Indonesia seperti :
a.       faktor budaya
Indonesia terdiri dari berbagai pulau yang terpisah,terdiri dari budaya-budaya yang berbeda di setiap daerahnya seperti, jawa, papua, dan sebagainya. Perbedaan budaya itulah yang juga mempengaruhi beragamnya bahasa di Indonesia.
b.      faktor sejarah
Setiap daerah memiliki kebiasaan dan bahasa nenek moyang sendiri-sendiri dan berbeda-beda.
c.       faktor Perbedaan Demografi
Setiap daerah memiliki dataran yang berbeda, seperti wilayah di daerah pantai, mereka sering menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan jelas dan menggunakan volume yang tinggi. Berbeda dengan yang tinggal di perkotaan yang padat penduduknya,mereka sering menggunakan bahasa yang panjan lebar dikarenakan lokasinya yang berdekatan dan volumenya rendah.

2.4 Macam – Macam Ragam Bahasa
      Ragam bahasa memiliki jumlah yang sangat banyak karena penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi tidak terlepas dari latar budaya penuturnya yang berbeda-beda. Selain itu, pemakaian bahasa juga bergantung pada pokok persoalan yang dibicarakan serta keperluan pemakainya.
              Ragam bahasa di bagi berdasarkan beberapa cara yang pertama berkomunikasi yaitu: (1) Ragam Lisan, dan (2) ragam tulisan, kedua berdasarkan cara pandang penutur yaitu: (1) Ragam Dialek, (2) ragam terpelajar, (3) ragam resmi, dan (4) ragam tak resmi, berdasarkan pesan komunikasi yaitu (1) ragam politik, (2) ragam hukum, (3) ragam pendidikan, (4) ragam sastra, dan sebagainya.

      2.4.1 Ragam Bahasa Berdasarkan Komunikasi
1.      Ragam Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak  menunjukan cir-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan,  ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing adapun ciri dari keduanya:
Ciri-ciri ragam lisan:
1.                  Memerlukan orang kedua/teman bicara.
2.                  Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu.
3.                  Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
4.                  Berlangsung cepat.
5.                  Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu.
6.                  Kesalahan dapat langsung dikoreksi.
7.                  Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
8.                  Di pengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
Contohnya; “Sudah saya baca buku itu”
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.
2.      Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan media tulis seperti kertas dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata atau pun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca daam mengungkapkan ide. Ragam tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
Ciri-ciri ragam tulis :
1.                  Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara.
2.                  Bersifat objektif.
3.                  Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu.
4.                  Mengemban konsep makna yang jelas.
5.                  Harus memperhatikan unsur gramatikal.
6.                  Berlangsung lambat.
7.                  Jelas struktur bahasanya, susunan kalimatnya juga jeas, dan runtut.
8.                  Selalu memakai alat bantu.
9.                  Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi.
10.              Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya    terbantu dengan tanda baca.
Contohnya: “Saya sudah membaca buku itu”.

Ketentuan-ketentuan ragam tulis :
1.                  Memakai ejaan resmi.
2.                  Menghindari unsur kedaerahan.
3.                  Memakai fungsi gramatikal secara eksplisit.
4.                  Memakai bentuk sintesis.
5.                  Pemakaian partikel secara konsisten.
6.                  Menghindari unsur leksikal yang terpengaruh bahasa daerah
Kelebihan ragam bahasa tulis :
1.                  Informasi yang disajikan bisa pilih untuk dikemas sebagai media atau          materi yang     menarik dan menyenangkan.
2.                  Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
3.                  Sebagai sarana memperkaya kosakata.
4.                  Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan        informasi atau             mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu      mencanggihkan wawasan pembaca.
Kelemahan ragam bahasa tulis :
1.                  Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan    tidak ada akibatnya     bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
2.                  Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika   harus mengikuti           kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cendrung         miskin daya pikat dan nilai jual.
3.                  Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat      diperjelas/ditolong,  oleh karena itu    dalam bahasa tulisan diperlukan        keseksamaan yang lebih besar.

2.4.2 Ragam Bahasa Berdasarkan Cara Pandang Penutur
1.  Ragam Dialek
Ragam daerah/dialek adalah variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok banhasawan ditempat tertentu(lihat Kridalaksana, 1993:42). Dalam istilah lama disebut dengan logat.logat yang paling menonjol yang mudah diamati ialah lafal (lihat Sugono, 1999:11). Logat bahasa Indonesia orang Jawa tampak dalam pelafalan /b/pada posisi awal nama-nama kota, seperti mBandung, mBayuwangi, atau realisasi pelafalan kata seperti pendidi’an, tabra’an, kenai’an, gera’an. Logat daerah paling kentara karena tata bunyinya. Logat indonesia yang dilafalkan oleh seorang Tapanuli dapat dikenali, misalnya, karena tekanan kata yang amat jelas; logat indonesia orang bali dan jawa, karena pelaksanaan bunyi /t/ dan /d/-nya. Ciri-ciri khas yang meliputi tekanan, turun naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.
2.   Ragam Terpelajar
Tingkat pendidikan penutur bahasa indonesia juga mewarnai penggunaan bahasa indonesia. Bahasa indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur berpendidikan tampak jelas perbedeaannya dengan yang digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan.

3.   Ragam Resmi
Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti pertemuan-pertemuan, peraturan-peraturan, dan undangan-undangan.
Ciri-ciri ragam bahasa resmi :
1.                  Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;
2.                  Menggunakan imbuhan secara lengkap;
3.                  Menggunakan kata ganti resmi;
4.                  Menggunakan kata baku;
5.                  Menggunakan EYD;
6.                  Menghindari unsur kedaerahan.
4.      Ragam Tak Resmi
Ragam takresmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi takresmi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi (lihat Keraf,1991:6). Ciri- ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi. Ragam bahasa bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak normal.
Ragam bahasa resmi atau tak resmi ditentukan oleh tingkat keformalan bahasa yang digunakan. Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, derarti semakin resmi bahas yang digunakan. Sebaliknya semakin rendah pula tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan- (lihat Sugono, 1998:12-13). Contoh: Bahasa yang digunakan oleh bawahan kepada atasan adalah bahas resmi sedangkan bahasa yang digunakan oleh anak muda adalah ragam bahasa santai/takresmi.
2.4.3  Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan  Topik Pembicaraan
1.   Ragam Politik
Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata dan mengatur kehidupan masyarakat. dengan sendirinya penguasa merupakan salah satu sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan bahasa di masyarakat.
2.    Ragam hukum
Salah satu ciri khas dari bahasa hukum adalah penggunaan kalimat yang panjang dengan pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya. Hal ini disebabkan karena hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum yang ditulis pada zaman penjajahan Belanda dan ditulis dalam bahasa Belanda. Namun, terkadang sangat sulit menggunakan kalimat yang pendek dalam bahasa hukum karena dalam bahasa hukum kejelasan norma-norma dan aturan terkadang membutuhkan penjelasan yang lebar, jelas kriterianya, keadaan, serta situasi yang dimaksud.
3.      Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial dapat didefinisikan sebagai ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakantan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan bahasa berdasarkan hubungan orang misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab dan atau sebaya, serta tingkat status sosial orang yang menjadi lawan bicara. Ragam sosial ini juga berlaku pada ragam tulis maupun ragam lisan. Sebagai contoh orang takkan sama dalam menyebut lawan bicara jika berbicara dengan teman dan orang yang punya kedudukan sosial yang lebih tinggi. Pembicara dapat menyebut “kamu” pada lawan bicara yang merupakan teman tetapi takkan melakukan itu jika berbicara dengan orang dengan status sosial yang lebih tinggi atau kepada orang tua.
Ragam fungsioanal, sering juga disebut ragam professional merupakan ragam bahasa yang diakitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagai contoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam kedokteran, ragam teknologi dll. Kesemuaan ragam ini memiliki fungsi pada dunia mereka sendiri.
4.      Ragam jurnalistik
Bahasa Jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh dunia persurat-kabaran (dunia pers = media massa cetak). Dalam perkembangan lebih lanjut, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang dipergunakan oleh seluruh media massa. Termasuk media massa audio (radio), audio visual (televisi) dan multimedia (internet). Hingga bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa, yang dibentuk karena spesifikasi materi yang disampaikannya. Ragam khusus jurnalistik termasuk dalam ragam bahasa ringkas.
5.      Ragam sastra
Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur, konotatif, kreatif dan inovatif. Dalam bahasa yang beragam khusus terdapat kata-kata, cara-cara penuturan, dan ungkapan-ungkapan yang khusus, yang kurang lazim atau tak dikenal dalam bahasa umum. Bahasa sastra ialah bahasa yang dipakai untuk menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran, fantasi dan lukisan angan-angan, penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan bentuk istimewa. Istimewa karena kekuatan efeknya pada pendengar/pembaca dan istimewa cara penuturannya. Bahasa dalam ragam sastra ini digunakan sebagai bahan kesenian di samping alat komunikasi. Untuk memperbesar efek penuturan dikerahkan segala kemampuan yang ada pada bahasa. Arti, bunyi, asosiasi, irama, tekanan, suara, panjang pendek suara, persesuaian bunyi kata, sajak, asonansi, posisi kata, ulangan kata/kalimat dimana perlu dikerahkan untuk mempertinggi efek. Misalnya, bahasa dalam sajak jelas bedanya dengan bahasa dalam karangan umum.

Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.
2.5 Menggunakan Bahasa yang Baik dan Benar
Dari kecil hingga saat ini kita semua pasti sering mendengar slogan “berbicaralah menggunakan bahasa baik dan benar”. Lalu timbul pertanyaan, seperti apa bahasa baik dan benar itu.
Berbahasa tidak hanya perlu baik tetapi juga  harus benar. Namun, dalam keseharian sering kita jumpai kesalahan-kesalahan berbahasa. Masyarakat banyak berpendapat bahwa dalam berbahasa yang penting adalah tersampaikannya pesan, sehingga tata bahasa sering kali di abaikan. Banyak masyarakat berpikiran yang penting antara yang bicara dan yang di ajak berbicara terjalin bahasa yang komunikatif, namun itu bukanlah bahasa yang efektif. Karena bahasa yang efektif tidak dapat lepas dari bahasa yang baik dan benar.
“Berbahasa yang baik dan benar” mengandung dua pengertian. Berbahasa baik dan bahasa yang benar. Bahasa dengan baik artinya kita mampu menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada. Harus mampu menempatkan diri, dimana kita berbicara, dengan siapa kita berbicara atau mengirim surat. Di kantor, pasar, sekolah, atau di rumah kita sendiri. Tidak mungkin dalam suasana akrab dan penuh kesenangan kita menggunakan bahasa resmi (baku).
Bahasa yang benar artinya kita mampu berbicara sesuai kaidah-kaidah yang berlaku, tidak bisa asal-asalan saja.  Oleh karena itu, kita dalam berbahasa perlu mendalami buku-buku acuan terlebih dahulu. Buku acuan seperti apa yang harus di dalami.
Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.
Ada empat buku acuan utama yang sangat dibutuhkan dalam pembinaan pemakaian bahasa Indonesia yang benar. Keempat buku tersebut,yaitu (1) Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EBIYD), (2) Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI), (3)Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI), dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).








BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dalam konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan bahasa baku tulis.
Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah Disempurnakan (EYD), sedangkan untuk ragam bahasa lisan diharapkan para warga negara Indonesia mampu mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan sebagaimana pedoman yang ada.
Seiring dengan perkembangannya  bahasa indonesia memiliki banyak ragam dan variasi namun semua menambah kekayaan bahasa Indonesia sendiri. Karena salah satu negara yang maju dapat dilahat dari bahasa nya. Berdasarkan data-data dan fakta dilapangan menunjukkan masih banyak orang-orang tidak memahami pemakain bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Jadi dilihat dari fungsinya bahasa merupakan jantung dari kehidupan ini karena tanpa bahasa kita tidak akan bisa berinteraksi sesama yang lain.
3.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai warga negara Indonesia menggunakan ragam bahasa yang baik dan benar untuk kita pakai berinteraksi dalam kehidupan sehari – hari sehingga keberadaan ragam bahasa itu sendiri tidak punah dengan adanya bahasa-bahasa yang terkadang jauh dari aturan bahasa yang ada di Indonesia bahkan bertentangan.


DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. NTT: Nusa Indah
Arifin, Zaenal. Tasai, Amran. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo
Rahardi, Kunjawa. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar